Kamis, 05 Juni 2008

Menjadi Dadang

Anda kenal Dadang? Ia muncul di layar kaca Trans-TV saban hari Senin hingga Jumat pukul 18.00 s.d. pukul 19.00. Ia adalah salah satu karakter Siitkom Suami-Suami Takut Istri. Mbak Ira Meida pernah menulis ikhwal sitkom ini di situs www.wikimu.com, pada tanggal 13 November 2007 dalam tajuk ”Sitkom Suami-Suami Takut : Menggusur Dominasi Para Pria??? Banyak pembaca Wikimu yang memberikan komentar atas sitkom andalan Trans TV tersebut. Ada yang menyatakan sangat menyukai sitkom yang benar-benar komikal itu.

Perihal sitkom ini mari kita lihat catatan situs Wikipedia. Suami-suami Takut Istri adalah sebuah sitkom yang ditayangkan di Trans TV. Seri ini digarap oleh rumah produksi Multivision Plus di bawah arahan sutradara Sofyan De Surza. Program ini tayang setiap Senin hingga Jumat, pukul 18.00 WIB, sejak 15 Oktober 2007. Sitkom ini diperankan oleh Otis Pamutih sebagai Sarmili (Pak RT), Aty Fathiyah sebagai Sarmila (Bu RT), Marissa sebagai Sarmilila, Irvan Penyok sebagai Karyo, Putty Noor sebagai Sheila, Yanda Djaitov sebagai Tigor, Asri Pramawati sebagai Welas, Ramdan Setia sebagai Faisal, Melvy Noviza sebagai Deswita, Epy Kusnandar sebagai Mang Dadang, Desi Novitasari sebagai Pretty, Ady Irwandi sebagai Garry.

Suami-suami Takut Istri mengangkat fenomena suami-suami yang tinggal di suatu area perumahan. Mereka semua memiliki kesamaan yaitu berada di bawah dominasi istri-istri mereka. Perasaan ‘senasib sepenanggungan’ ini tumbuh makin kuat, sehingga mereka membentuk aliansi tidak resmi bagi suami-suami yang takut istri ini.

Mereka saling mendukung dan mencela. Saling menguatkan agar tidak lagi mau ditindas, walaupun seringkali sang pemberi nasihat justru masih takut istri juga. Para istri di komplek perumahan tersebut juga membentuk perkumpulan yang sama. Mereka saling memberi dukungan agar tidak kehilangan kendali atas suami-suami mereka.

Salah satu karakter yang telah saya sebut di awal tulisan ini adalah Dadang, seorang Satpam Perumahan. Karakter ini diperankan oleh komedian Epy Kusnandar. Sepanjang amatan saya, sejak Oktober 2007 hingga awal Juni 2008 ini, karakter Dadang tak pernah berubah: Ia benar-benar manusia yang mendewakan uang, menempatkan uang di atas segala-galanya. Bagi Dadang, uang memang benar-benar tak punya saudara, money have no brother and sister.

Dalam sebuah episode, ketika hendak menyampaikan informasi penting kepada Pak RT and the gank, mang Dadang pura-pura keselak, tenggorokannya tiba-tiba macet. Itu adalah satu bahasa isyarat Dadang untuk meminta uang dari Pak Sarmili, Mas Karyo, Bang Tigor, dan Uda Faisal.

Pada episode yang lain ketika hendak mengambil gambar Bu RT, Welas, Deswita dan Sheila, Dadang tiba-tiba seperti orang stroke, ia tidak bisa menggerakan jari tangannya. Para ibu kompleks perumahan itu pun mahfum bahwa Dadang meminta upeti sebelum mengambil gambar mereka. Maka ceban atau goban pun melayang ke saku Mang Dadang. Hampir setiap episode mang Dadang selalu berulah untuk mendapatkan rupiah dari siapapun, setiap penghuni komplek perumahan itu, setiap tamu yang datang, setiap orang yang menanyakan alamat rumah. pokoknya, siapapu pasti harus menyetor rupiah ke Dadang sebelum mendapatkan bantuan atau pertolongan ringan darinya. Dengan begitu, kita lihat, Dadang bisa menghidupi ketiga istrinya dan keenam anaknya. Uang, bagi Dadang, adalah segalanya.

Ah Dadang. Ah Uang. Mengingat Dadang, mengingat uang saya selalu teringat pada sebuah proverbia Cina. With money you can buy a house, but not a Home .With money you can buy a clock, but not Time .With money you can buy a bed, but not Sleep.With money you can buy a book, but not Knowledge .With money you can see a doctor, but not Good health.With money you can buy a position, but not Respect .With money you can buy blood, but not Life.With money you can buy sex, but not Love.

Saya merindukan sebuah adegan Sitkom Suami-Suami Takut Istri yang mengambarkan Dadang berubah sikapnya, ia tak lagi matre, ia tak lagi mata duitan. Tapi kayaknya rindu saya tak bakal terwujud. Pasalnya, saat ini semua orang berlomba-lomba mendapatkan uang, berlomba-lomba mengumpulkan uang. Dari yang paling halal, hingga yang haram sekalipun. Dari yang masuk akal, hingga yang tidak masuk akal sekalipun. Dari yang harus berjuang memeras keringat, hingga yang tinggal menunggu hujan uang dari Tung Desem Waringin, sang hartawan dan motivator.

Dadang adalah perwujudan manusia kapitalis, manusia yang menempatkan uang, duit, rupiah alias dolar di atas segalanya. Bahkan ada yang telah menjadikan uang sebagai tuhan di muka bumi. Ia disembah, ia dipuja bak dewa.

Jika kita merenungkan proverbial Cina di atas, kita dapat mendapatkan gambaran bahwa sejatinya, uang bukanlah segalanya. Uang hanya bisa diapakai untuk membeli rumah, tapi bukan kenyamanan. Duit hanya bisa dipakai untuk membeli sex tapi bukan cinta. Rupiah hanya bisa untuk membeli obat, tapi bukan kesehatan. Dollar hanya bisa dipakai untuk membeli jabatan, tapi bukan respek. Dan seterusnya.

Saya pikir, jika kita telah paham dan mau menghayati proverbial Cina ini, kita tak akan pernah menjadi Dadang. Kita akan menempatkan uang pada porsi yang tepat, pada porsi yang sewajarnya, dan tidak menjadikannya sebagai tuhan di jagat raya ini.


Salam,

Ferdinandus Setu

Tidak ada komentar: